Cara Menyusun Gaya
Besaran dan Satuan
Setiap besaran dalam ilmu gaya harus dinyatakan dengan satuan.
Umumnya besaran-besaran terbagi kedalam dimensi massa/mass (M),
panjang/length (L) dan besaran waktu/time (T). Misal satuan massa kg
memiliki dimensi M, sedangkan percepatan gravitasi m/dt
2 memiliki dimensi
L / T
2 atau LT
-2 . Sedang satuan gaya Newton, yang dapat diruntut dari kg m
/ dt
2, memiliki dimensi M L T
-2.
Sistem satuan yang umum digunakan adalah satuan metrik dan
satuan teknis. Satuan metrik, merupakan satuan yang memiliki satuan
utama metrik, meter – kg. Sedangkan satuan teknis, merupakan satuan
yang umum digunakan di Eropa maupun Amerika berdasarkan satuan
utama lb, inch dan foot.
Untuk menyatakan satuan metrik ke dalam satuan teknis atau
sebaliknya memerlukan konversi. Satuan utama
umum yang perlu diketahui dalam ilmu teknik berikut konversinya.
Besaran Skalar dan Besaran Vektor
Besaran yang kita nyatakan kadang tidak mengandung komponen
arah. Besaran ini disebut sebagai besaran skalar. Sementara besaran lain
mengharuskan kita menyertakan arah terhadap struktur atau titik acuan
tertentu. Besaran ini disebut sebagai besaran vektor. Sebagai contoh,
besaran gaya newton atau kg force, akan menjadi kabur jika tidak disertai
dengan pernyataan arah dari suatu titik tangkap, yakni kemana arah gaya
tersebut dan dimana titik tangkapnya pada atau dalam suatu struktur. Arah
dan titik tangkap pada besaran vektor tersebut akan memberikan
konsekuensi yang berbeda dalam penggabungan dari besaran skalar.
Gaya
Gaya secara singkat dapat diartikan sebagai besaran usaha yang
dikerjakan pada suatu titik dan atau bidang dengan arah tertentu.
Berdasarkan satuan metrik, satuan Newton merupakan satuan gaya yang
umum digunakan. Besaran gaya ini merupakan perkalian besaran massa
dan besaran percepatan yang dialamai oleh benda / materi tertsebut. Suatu
masa 1 kg, jika ada di bumi, pasti akan mengalami percepatan gravitasi (g)
yang besarnya mendekati 10 m/dt2. Dengan begitu massa tersebut akan
memberikan gaya berat akibat gravitasi sebesar 10 Newton.
Satuan gaya ini kadang digunakan secara praktis oleh pelaku bidang
keteknikan, utamanya yang banyak terlibat dengan berat suatu struktur,
yakni digunakan istilah satuan kgf yang mengandung pengertian bahwa 1
kgf (1 kg force) dapat dikonversikan dengan besaran 10 Newton.
Gaya dapat dilukis dalam bentuk diagram panah. Panjang diagram
merepresentasikan besar gaya. Sedang arah panah menunjukkan arah
gaya yang bersangkutan
a) Arah Gaya
Berdasarkan arah pada suatu bidang datar dan terhadap titik tangkap tertentu, gaya dapat dibagi menjadi gaya datar (horisontal), vertikal dan gaya yang berarah miring.
b) Gaya Normal
Terhadap arah serat batang struktur, gaya-gaya tersebut dapat
dibedakan dan diuraikan ke dalam gaya normal/sejajar serat dan gaya
melintang/tegak lurus serat. Berdasarkan arah, gaya normal dapat berupa
gaya tekan, sering disepakati dengan tanda N – (Normal negatif) dan gaya
tarikan sebagai N + (gaya normal positif).
c) Gaya Lintang
Terhadap serat batang, gaya ini memiliki arah tegak lurus atau
melintang. Karenanya, gaya ini lebih sering disebut sebagai gaya lintang
atau gaya geser. Ditinjau dari arah terhadap tampang batang, gaya lintang
dapat berupa gaya lintang positif (+) dan gaya lintang negatif (-).
Sebenarnya pembedaan tanda tersebut hanya didasarkan kesepakatan
agar memberi kemudahan dan keajegan presentasi perhitungan pada
perancangan struktur.
Gaya lintang positif dapat ditandai dengan bagian kiri dari batang
tergeser berarah ke atas, sementara bagian kiri mengarah ke bawah.
Dengan begitu mengakibatkan batang yang terkena gaya tersebut berputar
kekanan. Sedang gaya lintang negatif, merupakan kebalikan gaya lintang
posif, mengakibatkan dua bagian batang berputar ke kiri.
d) Momen
Batang yang dikenai gaya tegak lurus terhadap batang akan
menghasilkan gaya putar (rotasi) terhadap titik yang berjarak tertentu di
sepanjang batang. Gaya memutar tersebut disebut sebagai momen. Dengan
begitu besaran momen merupakan perkalian antara gaya (tegak lurus)
dengan lengan momen.
Berdasarkan arah putaran, momen dapat berupa momen yang
berotasi searah jarum jam (M
R +) dan momen yang berotasi melawan arah
jarum jam (M
R -). Sedangkan terhadap akibat yang ditimbulkan pada
batang, momen tersebut akan melenturkan batang. Momen ini disebut
sebagai momen lentur (M
ltr). Momen lentur inipun di bedakan menjadi
momen lentur positif ( M ltr +) dan momen lenturan negatif (M Ltr -).
Momen lentur positif ditandai dengan bagian atas serat/ tampang
mengalami tekanan dan bagian bawah tampang mengalami tarikan.
Sedangkan momen lentur negatif ditandai dengan bagian atas tampang
melintang batang mengalami tarikan dan bagian bawah tampang batang
mengalami tekanan.
Selain momen lentur, momen dapat pula terdiri dari momen puntir
dan momen kopel. Contoh momen puntir yang sering dijumpai adalah
momen yang dialami oleh batang obeng (screw driver). Momen ini bekerja
sejajar dengan tampang melintang batang. Sedangkan momen kopel
merupakan momen pada suatu titik pada gelegar yang bekerja sejajar arah
panjang gelegar atau batang. Ilustrasi puntir kopel
Menguraikan dan Menggabungkan Gaya
a) Menguraikan Gaya
Gaya yang berarah miring F dapat diuraikan terhadap bidang datar,
tegak dan atau bidang acuan tertentu. Gaya yang
membentuk sudut lancip (α) terhadap bidang datar (bidang X), dapat
diuraikan menjadi gaya datar Fx = F cos α , dan gaya searah bidang Fy = F
sin α.
Untuk gaya miring F terhadap bidang acuan pada gambar tertentu
yang membentuk sudut lancip α dapat diurai menjadi
gaya sejajar bidang F// = F cos α dan gaya tegak lurus bidang F⊥ = F sin α.
b) Menggabungkan Gaya
Besaran gaya merupakan besaran vektor, karenanya untuk dapat
menggabungkan atau mencari resultannya perlu menyertakan arah dan titik
tangkap gaya tersebut pada suatu bidang atau struktur.
Dua buah gaya atau lebih dalam satu lintasan yang segaris dengan
arah yang sama, resultan gaya merupakan penjumlah dari dua gaya
tersebut. Sedangkan untuk gaya selintasan yang berlawanan arah, resultan dua gaya tersebut tersebut merupakan operasi pengurangan. Perhatikan F3
dan F4. Resultan F3 + F4, = R
F3+F4 = F3 – F4.
Jika dua gaya atau lebih dalam satu titik tangkap memiliki arah
berlainan seperti F
5 dan F
6, maka resultan kedua gaya itu dapat dilukis
dengan menggambar proyeksi F5 dan F6 seperti pada Gambar.
Demikian halnya pada R
F7+F8 yang merupakan resultan dari F
7 dan F
8.
Untuk mencari resultan lebih dari dua gaya dalam satu titik tangkap
digunakan cara yang sama seperti dilakukan pada gaya F
5 dan F
6 atau F
7
dan F
8. Perhatikan gaya F
9 hingga F
11 pada Gambar. Tentukan dahulu
R
F9+F10, kemudian tentukan resultan F
11 dengan R
F9+F10 menjadi R
F9+F10+F11
yang merupakan resultan F9 hingga F11.
Cara penggabungan gaya searah adalah dengan menjumlahkan dan
secara grafis ditunjukkan pada gambar (a). Gambar (b)
menunjukkan grafis menggabungkan dua gaya berlawanan arah. Secara
analitis adalah menentukan selisih dua gaya tersebut.
Gambar menunjukkan cara grafis menggabungkan dua gaya
bersambung berbeda arah. Resultan gaya adalah garis hubung pangkal
sampai ujung gaya ke dua. Gambar menunjukkan cara grafis
menggabungkan dua gaya satu titik tangkap berbeda arah. Caranya adalah
memproyeksikan gaya kedua pada jung gaya pertama atau sebaliknya.
Besar gaya gabungan / resultan secara prinsip mirip seperti gambar
Cara ini dapat diulangi untuk menggbungkan lebih dari dua gaya dalam satu
titik tangkap seperti digrafiskan pada gambar . Pada gambar
resultan P9 dan P10 = R P9+P10 menjadi gaya yang harus digabungkan
dengan gaya P11 untuk mengahasilkan resultan dari ke tiga gaya tersebut.
Untuk menggabungkan beberapa gaya berbeda titik tangkapnya, dapat
dilakukan dengan cara grafis maupun analistis. Cara grafis dapat dilakukan
dengan lukisan kutub seperti pada Gambar
Tahapan lukisan kutub adalah sebagai berikut:
− Gambarlah secara terskala gaya-gaya yang akan digabungkan
beserta garis kerja masing-masing gaya
− Urutkan posisi, susun gaya tersebut secara linear, P
1, P
2 dan P
3
seperti Gambar.
− Tentukan titik kutub dan lukis garis kutub gaya tersebut. Yakni
pada P
1 terdapat garis kutub 1 dan 2 dan seterusnya
− Plotkan garis kutub tersebut pada masing-masing garis kerja.
Pada garis kerja P1, lukis suatu garis sehingga sejajar dengan
garis kutub 1.
− Dari titik potong garis kerja P
1 dengan garis kutub 1, lukis garis
kutub 2 hingga memotong garis kerja P
2.
− Dari titik potong garis kutub 2 dengan garis kerja P
2, lukis garis
kutup 3 hingga memotong garis kerja P
3.
− Dari perpotongan garis kutub 3 dan P
3, lukis garis kutub 4 hingga
memotong garis kutup awal, garis kutub 1. Perpotongan kedua
garis kutub tersebut merupakan letak garis kerja resultan ketiga
gaya, R
P1-3
Penyelesaian secara analitis dilakukan dengan kaidah momen dari
titik acuan yang ditentukan. Misal garis kerja P3 dipakai sebagai acuan,
dengan y
P2, y
P1 dan y
R masing merupakan jarak gaya P
2, P
1 dan R dari
garis kerja P
3. Persamaan yR dapat dihitung sebagai berikut :
y
R = (y
P2 x P
2 + y
P1 x P
1) / R
y
R = (y
P2 x P
2 + y
P1 x P
1) / (P
1 + P
2 + P
3)
Hukum Newton
Hukum Newton merupakan hukum yang menjadi dasar Ilmu Statika Gaya. Hukum Newton I menyatakan bahwa Aksi (A) suatu gaya akan sama dengan Reaksi (- R) yang timbul. Dan dapat dituliskan sebagai berikut:
A = - R atau Aksi + Reaksi = 0 (3.2)
Pernyataan itulah yang menjadi dasar kestabilan suatu struktur dengan gaya-gaya yang bekerja. Dengan begitu suatu struktur dikatakan stabil jika Resutan antara gaya aksi dan reaksi = 0, dan menjadi syarat untuk menentukan atau mencari besarnya komponen reaksi dari suatu struktur. Perhatikan contoh soal dibawah berikut.
Contoh Soal :
Lihat Gambar di bawah ini. Jika
L CAB = 45
o dan
L CBA = 30
o
Tentukanlah gaya pada batang CA dan batang CB
Penyelesaian :
Cara analitis: Berdasarkan Hukum Newton, struktur seperti pada contoh soal tersebut stabil jika Resultan gaya W dan reaksi pada batang struktur CA dan CB di atas = 0.
Σ V = 0
CA
V + CB
V – W = 0
CA Sin 45 + CB sin 30 – W = 0
Σ H = 0
CA
H + CB
H = 0
- CA Cos 45 + CB Cos 30 = 0
Didapat dua buah persamaa dengan 2 variabel. Dengan begitu CA dan CB yang merupakan gaya reaksi akibat W akan dapat ditentukan.
Cara grafis. Untuk contoh soal tersebut dilakukan dengan melukis vektor
gaya dengan kaidah penggabungannya. Gambarkan secara berurutan
secara terskala W, CA dan CB dengan arah yang bersesuaian sehingga CB
kembali berimpit dengan titik tangkap mula W. Arah lukisan masing
komponen reaksi merupakan arah gaya terhadap titik tinjau C. Kedua
bagian batang (member) CA dan CB mengalami gaya tarikan karena arah
lukisan pada grafis menjauh terhadap titik tangkap C. Besar gaya di
tunjukkan dengan panjang lukisan secara terskala.
Contoh Soal:
Jika
L FDE = 45
o dan
L FED = 30
o Tentukanlah gaya pada bagian batang
FD dan batang FE dari persoalan struktur pada gambar di bawah.
Cara analitis:
Persamaan kestabilan pada soal 3.5.2 dikemukakan sebagai berikut.
Dengan cara substitusi dua persamaan tersebut besaran FD dan FE dapat
diketahui besarnya
Σ V = 0
FD
V + FE
V = 0
FD Sin 45 + FE sin 30 = 0
Σ H = 0
- FD
H + FE
H + W = 0
- FD Cos 45 + FE Cos 30 + W = 0
Cara Grafis:
Dengan memperhatikan diagram arag gaya pada gambar, grafis
gaya batang dapat dilukiskan seperti dtunjukkan pada gambar 3.9.(c).
Batang/bagian FE pada Gambar 3.9 di atas mengalami gaya tekan karena
arah lukisan berbalik dari diagram pada gambar . Sedang bagian
batang (member) FD mengalami tarikan.