ANALISIS SISTEM STRUKTUR BANGUNAN
Struktur Rangka Batang
Rangka batang adalah susunan elemen-elemen linier yang
membentuk segitiga atau kombinasi segitiga, sehingga menjadi bentuk
rangka yang tidak dapat berubah bentuk bila diberi beban eksternal tanpa
adanya perubahan bentuk pada satu atau lebih batangnya. Setiap elemen
tersebut dianggap tergabung pada titik hubungnya dengan sambungan
sendi. Sedangkan batang-batang tersebut dihubungkan sedemikian rupa
sehingga semua beban dan reaksi hanya terjadi pada titik hubung.
Prinsip – prinsip Umum Rangka Batang
a. Prinsip Dasar Triangulasi (prinsip Umum Rangka Batang)
Analisa Rangka Batang
a. Stabilitas (Analisa Rangka Batang)
b. Gaya Batang
c. Metode Analisis Rangka Batang
Beberapa metode digunakan untuk menganalisa rangka batang.
Metode-metode ini pada prinsipnya didasarkan pada prinsip keseimbangan.
Metode-metode yang umum digunakan untuk analisa rangka batang adalah
sebagai berikut :
~
Keseimbangan Titik Hubung pada Rangka Batang
Pada analisis rangka batang dengan metode titik hubung (joint),
rangka batang dianggap sebagai gabungan batang dan titik hubung.
Gaya batang diperoleh dengan meninjau keseimbangan titik-titik
hubung. Setiap titik hubung harus berada dalam keseimbangan.
~
Keseimbangan Potongan
Prinsip yang mendasari teknik analisis dengan metode ini adalah
bahwa setiap bagian dari suatu struktur harus berada dalam
keseimbangan. Dengan demikian, bagian yang dapat ditinjau dapat
pula mencakup banyak titik hubung dan batang. Konsep peninjauan
keseimbangan pada bagian dari suatu struktur yang bukan hanya
satu titik hubung merupakan cara yang sangat berguna dan
merupakan dasar untuk analisis dan desain rangka batang, juga
banyak desain struktur lain.
Perbedaan antara kedua metode tersebut di atas adalah dalam
peninjauan keseimbangan rotasionalnya. Metode keseimbangan titik
hubung, biasanya digunakan apabila ingin mengetahui semua gaya batang.
Sedangkan metode potongan biasanya digunakan apabila ingin mengetahui
hanya sejumlah terbatas gaya batang.
~
Gaya Geser dan Momen pada Rangka Batang
Metode ini merupakan cara khusus untuk meninjau bagaimana
rangka batang memikul beban yang melibatkan gaya dan momen
eksternal, serta gaya dan momen tahanan internal pada rangka
batang.
Agar keseimbangan vertikal potongan struktur dapat dijamin, maka gaya geser eksternal harus diimbangi dengan gaya geser tahanan total atau gaya geser tahanan internal (VR), yang besarnya sama tapi arahnya berlawanan dengan gaya geser eksternal. Efek rotasional total dari gaya internal tersebut juga harus diimbangi dengan momen tahanan internal (MR) yang besarnya sama dan berlawanan arah dengan momen lentur eksternal. Sehingga memenuhi syarat keseimbangan, dimana :
M
E = M
R atau M
E - M
R = 0
d. Rangka Batang Statis Tak Tentu
Rangka batang statis tak tentu tidak dapat dianalisis hanya dengan
menggunakan persamaan kesimbangan statika, karena kelebihan
banyaknya tumpuan atau banyaknya batang yang menjadi variabel. Pada
struktur statis tak tentu, keseimbangan translasional dan rotasional (ΣF
x=0,
ΣF
y=0, dan ΣM
o=0) masih berlaku. Pemahaman struktur statis tak tentu
adalah struktur yang gaya-gaya dalamnya bergantung pada sifat-sifat fisik
elemen strukturnya.
e. Penggunaan Elemen (Batang) Tarik Khusus : Kabel
Selain elemen batang yang sudah dibahas di atas, ada elemen lain yang berguna, yaitu elemen kabel, yang hanya mampu memikul tarik. Secara fisik, elemen ini biasanya berupa batang baja berpenampang kecil atau kabel terjalin. Elemen ini tidak mampu memikul beban tekan, tetapi sering digunakan apabila hasil analisis diketahui selalu memikul beban tarik. Elemen yang hanya memikul beban tarik dapat mempunyai penampang melintang yang jauh lebih kecil dibanding dengan memikul beban tekan.
f. Rangka Batang Ruang
Kestabilan yang ada pada pola batang segitiga dapat diperluas ke dalam tiga dimensi. Pada rangka batang bidang, bentuk segitiga sederhana merupakan dasar, sedangkan bentuk dasar pada rangka batang ruang adalah tetrahedron.
Prinsip-prinsip yang telah dibahas pada analisis rangka batang bidang secara umum dapat diterapkan pada rangka batang ruang. Kestabilan merupakan tinjauan utama.
Gaya-gaya yang timbul pada batang suatu rangka batang ruang dapat diperoleh dengan meninjau keseimbangan ruang potongan rangka batang ruang tersebut. Jelas bahwa persamaan statika yang digunakan untuk benda tegar tiga dimensi, yaitu :
Apabila diterapkan langsung pada rangka batang ruang yang cukup besar, persamaan-persamaan ini akan melibatkan banyak titik hubung dan batang.
g. Kekakuan Titik Hubung
Pada perhitungan rangka batang, diasumsikan bahwa semua titik hubung dimodelkan sebagai titik hubung sendi. Dalam beberapa hal, membuat hubungan yang benar-benar sendi kadang-kadang tidak mungkin atau bahkan tidak dikehendaki. Apabila kondisi titik hubung aktual sedemikian rupa sehingga ujung-ujung batang tidak bebas berotasi, maka momen lentur lokal dan gaya aksialnya dapat timbul pada batang-batang.
Apabila momen lentur itu cukup besar, maka batang tersebut harus didesain agar mampu memikul tegangan kombinasi akibat gaya aksial dan momen lentur. Besar tegangan lentur yang terjadi sebagai akibat dari titik hubung kaku umumnya ≤ 20% dari tegangan normal yang terjadi. Pada desain awal, biasanya tegangan lentur sekunder ini diabaikan.
Salah satu efek positif dari adanya titik hubung kaku ini adalah untuk memperbesar kekakuan rangka batang secara menyeluruh, sehingga dapat mengurangi defleksi. Merencanakan titik hubung yang kaku biasanya tidak akan mempengaruhi pembentukan akhir dari rangka batang.
Desain Rangka Batang
a. Tujuan
Kriteria yang digunakan untuk merancang juga menjadi sangat bervariasi. Ada beberapa tujuan yang menjadi kriteria dalam desain rangka batang, yaitu:
(1) Efisiensi Struktural
Tujuan efisiensi struktural biasa digunakan dan diwujudkan dalam suatu prosedur desain, yaitu untuk meminimumkan jumlah bahan yang digunakan dalam rangka batang untuk memikul pembebanan pada bentang yang ditentukan. Tinggi rangka batang merupakan variabel penting dalam meminimumkan persyaratan volume material, dan mempengaruhi desain elemennya.
(2) Efisiensi Pelaksanaan (Konstruksi)
Alternatif lain, kriteria desain dapat didasarkan atas tinjauan efisiensi pelaksanaan (konstruksi) sehubungan dengan fabrikasi dan pembuatan rangka batang. Untuk mencapai tujuan ini, hasil yang diperoleh seringkali berupa rangka batang dengan konfigurasi eksternal sederhana, sehingga diperoleh bentuk triangulasi yang sederhana pula. Dengan membuat semua batang identik, maka pembuatan titik hubung menjadi lebih mudah dibandingkan bila batang-batang yang digunakan berbeda.
b. Konfigurasi - Desain Rangka Batang
c. Tinggi Rangka Batang
d. Masalah-masalah pada Desain Elemen
Beberapa permasalahan yang umumnya timbul pada desain elemen menyangkut faktor-faktor yang diuraikan berikut ini.
(1) Beban Kritis
Pada rangka batang, setiap batang harus mampu memikul gaya maksimum (kritis) yang mungkin terjadi. Dengan demikian, dapat saja terjadi setiap batang dirancang terhadap kondisi pembebanan yang berbeda-beda.
(2) Desain Elemen, meliputi :
~ Batang Tarik
~
Batang Tekan
Untuk batang tekan, harus diperhitungkan adanya kemungkinan keruntuhan tekuk (buckling) yang dapat terjadi pada batang panjang yang mengalami gaya tekan. Untuk batang tekan panjang, kapasitas pikul-beban berbanding terbalik dengan kuadrat panjang batang. Untuk batang tekan yang relatif pendek, maka tekuk bukan merupakan masalah sehingga luas penampang melintang hanya bergantung langsung pada besar gaya yang terlibat dan teganagan ijin material, dan juga tidak bergantung pada panjang batang tersebut.
(3)
Batang Berukuran Konstan dan/atau Tidak Konstan
Bila batang tepi atas dirancang sebagai batang yang menerus dan berpenampang melintang konstan, maka harus dirancang terhadap gaya maksimum yang ada pada seluruh batang tepi atas, sehingga penampang tersebut akan berlebihan dan tidak efisien.
Agar efisien, maka penampang konstan yang dipakai dikombinasikan dengan bagian-bagian kecil sebagai tambahan luas penampang yang hanya dipakai pada segmen-segmen yang memerlukan.
(4)
Pengaruh Tekuk terhadap Pola
Ketergantungan kapasitas pikul beban suatu batang tekan pada panjangnya serta tujuan desain agar batang tekan tersebut relatif lebih pendek seringkali mempengaruhi pola segitiga yang digunanakan, seperti ditunjukan pada Gambar berikut.
(5) Pengaruh Tekuk Lateral pada desain batang dan susunan batang. Jika rangka berdiri bebas seperti pada Gambar, maka ada kemungkinan struktur tersebut akan mengalami tekuk lateral pada seluruh bagian struktur. Untuk mencegah kondisi ini maka struktur rangka batang yang berdiri bebas dapat dihindari. Selain itu penambahan balok transversal pada batang tepi atas dan penggunaan rangka batang ruang juga dapat mencegah tekuk transversal.
e. Rangka Batang Bidang dan Rangka Batang Ruang
Struktur Balok
Secara sederhana, balok sebagai elemen lentur digunakan sebagai elemen penting dalam kosntruksi. Balok mempunyai karakteristik internal yang lebih rumit dalam memikul beban dibandingkan dengan jenis elemen struktur lainnya. Balok menerus dengan lebih dari dua titik tumpuan dan lebih dari satu tumpuan jepit merupakan struktur statis tak tentu. Struktur statis tak tentu adalah struktur yang reaksi, gaya geser, dan momen lenturnya tidak dapat ditentukan secara langsung dengan menggunakan persamaan keseimbangan dasar ΣF
x =0, ΣF
y =0, dan ΣF
z =0. Balok statis tak tentu sering juga digunakan dalam praktek, karena struktur ini lebih kaku untuk suatu kondisi bentang dan beban daripada struktur statis tertentu. Jadi ukurannya bisa lebih kecil. Kerugian struktur statis tak tentu adalah pada kepekaannya terhadap penurunan (settlement) tumpuan dan efek termal.
Prinsip Desain Balok (Struktur Balok)
Analisa Balok
a. Tegangan Lentur
Pada perilaku umum balok, tegangan lentur yang bervariasi secara linier pada suatu penampang merupakan tanggapan atas aksi momen lentur eksternal yang ada pada balok di titik tersebut. Hubungan antara tegangan lentur
(fy), parameter loaksi
(y) dan besaran penampang
(I) dapat dinyatakan dalam hubungan berikut ini :
Untuk suatu harga momen tertentu, bila tinggi balok menjadi dua kali (sementara lebarnya tetap), akan menyebabkan tegangan lentur mengecil dengan faktor ¼. Tegangan lentur tidak terlalu peka terhadap perubahan lebar penampang. Untuk momen dan tinggi penampang konstan, memperlebar penampang dua kali akan memperkecil tegangan lentur menjadi setengahnya. Untuk penampang tak simetris, penentuan lokasi pusat berat tidak tepat ditengah tinggi penampang.
Proses penentuan dimensi penampang melintang pada balok sederhana simetris yang memikul momen lentur tidaklah sulit. Mula-mula bahan dipilih sehingga tegangan ijin diketahui. Selanjutnya ukuran penampang yang diperlukan ditentukan berdasarkan taraf tegangan lentur aktual pada balok yang harus sama atau lebih kecil dari taraf tegangan lentur ijin. Apabila tegangan aktual pada titik itu melampaui tegangan ijin, maka balok tersebut dipandang mengalami kelebihan tegangan (overstressed) dan hal ini tidak diijinkan.
b.
Tekuk Lateral pada Balok
Pada balok yang dibebani dapat terjadi tekuk lateral dan terjadi keruntuhan sebelum seluruh kekuatan penampang tercapai. Fenomena tekuk lateral pada balok serupa dengan yang terjadi pada rangka batang.
Ketidakstabilan dalam arah lateral terjadi karena gaya tekan yang timbul di daerah di atas balok, disertai dengan tidak cukupnya kekakuan balok dalam arah lateral. Diasumsikan bahwa jenis kegagalan tekuk lateral ini dapat terjadi, dan tergantung pada penampang balok, pada taraf tegangan yang relatif rendah.
Pencegahan tekuk lateral dapat dilakukan dengan cara :
(1) dengan membuat balok cukup kaku dalam arah lateral
(2) dengan menggunakan pengaku/pengekang (bracing) lateral.
Apabila balok digunakan untuk menumpu tutup atap atau sistem sekunder lain, pengekang dengan sendirinya diberikan oleh elemen sekunder tersebut. Apabila balok digunakan pada situasi dimana jenis pengekang tersebut tidak mungkin digunakan, maka balok dapat dibuat menjadi kaku dalam arah lateral dengan memperbesar dimensi transversal di daerah atas balok. Penggunaan beberapa pengekang lateral pada contoh struktur balok kayu dapat dilihat pada Gambar. Jenis dan penggunaan pengekang lateral juga ditentukan oleh perbandingan antara tinggi dan lebar balok.
c.
Tegangan Geser
Gaya resultan dari tegangan geser ini, yaitu gaya geser internal
(VR) sama besar, tetapi berlawanan arah dengan gaya geser eksternal
(VE).
Tegangan geser maksimum pada penampang balok adalah 1,5 kali tegangan geser rata-rata penampang balok segiempat.
d.
Tegangan Tumpu
Tegangan tumpu (bearing stress) adalah tegangan yang timbul pada bidang kontak antara dua elemen struktur. Contohnya adalah tegangan yang terjadi pada ujung-ujung balok sederhana yang terletak di atas tumpuan ujung dengan dimensi tertentu.
Banyak material, misalnya kayu, yang sangat mudah mengalami kegagalan akibat tegangan tumpu. Apabila beban tekan disalurkan, kegagalan tegangan tekan biasanya terjadi, dan hal ini ditunjukkan dengan hancurnya material. Kegagalan ini biasanya dilokalisasikan, dan lebih baik dihindari.
e.
Torsi
Torsi adalah puntiran, yang timbul pada elemen struktur apabila diberikan momen puntir langsung MT atau secara tak langsung. Tegangan geser torsional timbul pada elemen struktur tersebut sebagai akibat dari momen torsi yang bekerja padanya, seperti pada gambar
Penampang tertutup lebih baik dalam menahan torsi bila dibandingkan dengan penampang terbuka.
f.
Pusat Geser
ilustrasi pusat geser (shear centre) pada balok. Pada penampang tak simetrik, pemberian beban dapat menyebabkan terjadinya puntiran. Dengan menerapkan beban melalui ’pusat geser’ balok, maka hanya akan terjadi lentur, tanpa adanya puntir. Pusat geser penampang tak simetris seringkali terletak di luar penampang.
g.
Defleksi
Defleksi pada bentang balok disebabkan karena adanya lendutan balok akibat beban. Defleksi pada suatu titik tergantung pada beban
P atau
w, panjang bentang balok L, dan berbanding terbalik dengan kekakuan balok
L. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa:
Beberapa kriteria empiris yang digunakan untuk menentukan defleksi ijin adalah sebagai berikut :
g.
Tegangan Utama
Pada balok, interaksi antara tegangan lentur dan tegangan geser dapat merupakan tegangan normal tekan atau tarik, yang disebut sebagai tegangan utama (principle stresses). Arah tegangan aksial ini pada umumnya berbeda dengan arah tegangan lentur maupun tegangan gesernya. Garis tegangan utama dapat digambarkan berikut ini, dimana merupakan implikasi pada mekanisme pemikul-beban yang ada pada balok
Desain Balok
Prinsip – prinsip Desain Umum
Variabel utama dalam mendesain balok meliputi: bentang, jarak balok, jenis dan besar beban, jenis material, ukuran dan bentuk penampang, serta cara penggabungan atau fabrikasi. Semakin banyak batasan desain, maka semakin mudah desain dilakukan.
Setiap desain harus memenuhi kriteria kekuatan dan kekakuan untuk masalah keamanan dan kemampuan layan. Pendekatan desain untuk memenuhi kriteria ini sangat bergantung pada material yang dipilih, apakah menggunakan balok kayu, baja atau beton bertulang.
Beberapa faktor yang merupakan prinsip-
prinsip desain umum dalam perencanaan balok, yaitu :
(1) Kontrol kekuatan dan kekakuan
(2) Variasi besaran material
(3) Variasi bentuk balok pada seluruh panjangnya
(4) Variasi kondisi tumpuan dan kondisi batas
Prinsip desain praktis balok kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Salah satunya adalah sifat kayu yang mempunyai kemampuan untuk memikul tegangan besar dalam waktu singkat. Pada kondisi beban permanen, tegangan ijin perlu direduksi dengan faktor 0,90. Faktor beban untuk angin adalah 1,33. Sedangkan beban normal mempunyai faktor 1,0.
Desain balok baja umumnya didesain berdasarkan beban kerja dan tegangan ijin. Balok yang digunakan bisa berupa penampang gilas (wide flens / sayap lebar), kanal, atau tersusun atas elemen-elemen (plat atau siku). Untuk bentang atau beban yang sangat besar, penampang girder plat yang tersusun dari elemen siku dan plat sering digunakan. Pada balok baja, apabila material balok mulai leleh pada saat dibebani, maka distribusi tegangan yang ada mulai berubah. Balok masih dapat menerima tambahan momen sampai semua bagian penampang telah meleleh.
Desain balok beton tidak dapat digunakan sendiri pada balok karena sangat kecilnya kekuatan tarik, dan karena sifat getasnya (brittle). Retak-retak yang timbul dapat berakibat gagalnya struktur, dimana hal ini dapat terjadi ketika balok beton mengalami lentur. Penambahan baja di dalam daerah tarik membentuk balok beton bertulang dapat meningkatkan kekuatan sekaligus daktilitasnya. Elemen struktur beton bertulang menggabungkan sifat yang dimiliki beton dan baja.
Desain Balok Statis Tak Tentu
Struktur Kolom
Kolom sebagai elemen tekan juga merupakan elemen penting pada konstruksi. Kolom pada umumnya merupakan elemen vertikal. Namun sebenarnya kolom tidak harus selalu berarah vertikal, bahkan dinding pemikul (load-bearing wall) sebenarnya juga dapat dipadang sebagai kolom yang diperluas menjadi suatu bidang. Umumnya, kolom tidak mengalami lentur secara langsung, karena tidak ada beban tegak lurus terhadap sumbunya.
Sistem post and beam terdiri dari elemen struktur horisontal (balok) diletakkan sederhana di atas dua elemen struktur vertikal (kolom) yang merupakan konstruksi dasar yang digunakan sejak dulu. Pada sistem ini, secara sederhana balok dan kolom digunakan sebagai elemen penting
dalam konstruksi.
Prinsip Desain Kolom
Elemen struktur kolom yang mempunyai nilai perbandingan antara panjang dan dimensi penampang melintangnya relatif kecil disebut kolom pendek. Kapasitas pikul-beban kolom pendek tidak tergantung pada panjang kolom dan bila mengalami beban berlebihan, maka kolom pendek pada umumnya akan gagal karena hancurnya material. Dengan demikian, kapasitas pikul-beban batas tergantung pada kekuatan material yang digunakan. Semakin panjang suatu elemen tekan, proporsi relatif elemen akan berubah hingga mencapai keadaan yang disebut elemen langsing.
Perilaku elemen langsing sangat berbeda dengan elemen tekan pendek.
Perilaku elemen tekan panjang terhadap beban tekan adalah apabila bebannya kecil, elemen masih dapat mempertahankan bentuk liniernya, begitu pula apabila bebannya bertambah. Pada saat beban mencapai nilai tertentu, elemen tersebut tiba-tiba tidak stabil, dan berubah bentuk menjadi seperti tergambar. Hal inilah yang dibuat fenomena tekuk (buckling) apabila suatu elemen struktur (dalam hal ini adalah kolom) telah menekuk, maka kolom tersebut tidak mempunyai kemampuan lagi untuk menerima beban tambahan. Sedikit saja penambahan beban akan menyebabkan elemen struktur tersebut runtuh. Dengan demikian, kapasitas pikul-beban untuk elemen struktur kolom itu adalah besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal. Struktur yang sudah mengalami tekuk tidak mempunyai kemampuan layan lagi.
Fenomena tekuk adalah suatu ragam kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban. Kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan dapat terjadi pada berbagai material. Pada saat tekuk terjadi, taraf gaya internal bisa sangat rendah. Fenomena tekuk berkaitan dengan kekakuan elemen struktur.
Suatu elemen yang mempunyai kekakukan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan yang mempunyai kekakuan besar. Semakin panjang suatu elemen struktur, semakin kecil kekakuannya.
Apabila suatu elemen struktur mulai tidak stabil, seperti halnya kolom yang mengalami beban tekuk, maka elemen tersebut tidak dapat memberikan gaya tahanan internal lagi untuk mempertahankan bentuk liniernya. Gaya tahanannya lebih kecil daripada beban tekuk. Kolom yang tepat berada dalam kondisi mengalami beban tekuk sama saja dengan sistem yang berada dalam kondisi keseimbangan netral. Sistem dalam kondisi demikian mempunyai kecenderungan mempertahankan konfigurasi semula.
Banyak
faktor yang mempengaruhi beban tekuk (Pcr) pada suatu elemen struktur tekan panjang. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
(1)
Panjang Kolom
Pada umumnya, kapasitas pikul-beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemennya. Selain itu, faktor lain yang menentukan besar beban tekuk adalah yang berhubungan dengan karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material, bentuk, dan ukuran penampang).
(2)
Kekakuan
Kekakuan elemen struktur sangat dipengaruhi oleh banyaknya material dan distribusinya. Pada elemen struktur persegi panjang, elemen struktur akan selalu menekuk pada arah seperti yang diilustrasikan pada di bawah bagian (a). Namun bentuk berpenampang simetris (misalnya bujursangkar atau lingkaran) tidak mempunyai arah tekuk khusus seperti penampang segiempat.
Ukuran distribusi material (bentuk dan ukuran penampang) dalam hal ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia (
I).
(3)
Kondisi ujung elemen struktur
Apabila ujung-ujung kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai kemampuan pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang ujung-ujungnya dijepit. Adanya tahanan ujung menambah kekakuan sehingga juga meningkatkan kestabilan yang mencegah tekuk. Mengekang (menggunakan bracing) suatu kolom pada suatu arah juga meningkatkan kekakuan.
Fenomena tekuk pada umumnya menyebabkan terjadinya pengurangan kapasitas pikul-beban elemen tekan. Beban maksimum yang dapat dipikul kolom pendek ditentukan oleh hancurnya material, bukan tekuk. Beban ini dinyatakan dalam persamaan:
Py = A⋅
Fy
dimana:
A = luas penampang melintang kolom
Fy = tegangan leleh material
Sebaliknya, pada kolom panjang atau langsing, kegagalan yang terjadi disebabkan oleh beban yang lebih kecil daripada beban yang menyebabkan hancurnya material. Ini berarti bahwa tegangan aktual yang ada apabila tekuk terjadi pada kolom panjang (tegangan tekuk kritis) selalu lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu dinyatakan sebagai berikut :
f
cr = P
cr / A < f
leleh.
Kegagalan pada kolom panjang adalah yang disebabkan oleh tekuk, jadi tegangan yang terjadi pada saat gagal lebih kecil daripada tegangan leleh material kolom tersebut.
Analisa Kolom
a. Kolom Pendek
Analisis pada kolom pendek dibagi atas analisa terhadap dua jenis beban yang terjadi pada elemen tekan tersebut, yaitu:
1. Beban Aksial
Elemen tekan yang mempunyai potensi kegagalan karena hancurnya material (tegangan langsung) dan mempunyai kapasitas pikul-beban tak tergantung pada panjang elemen, relatif lebih mudah untuk dianalisis. Apabila beban yang bekerja bertitik tangkap tepat pada pusat berat penampang elemen, maka yang timbul adalah tegangan tekan merata yang besarnya dinyatakan dalam
persamaan:
f = P / A
dimana kegagalan akan terjadi bila tegangan langsung aktual ini melebihi tegangan hancur material (fa ≥ Fy).
Beban hancur dinyatakan dalam persamaan:
Py = A⋅ Fy
dimana:
A = luas penampang melintang kolom
Fy = tegangan leleh / hancur material
2. Beban Eksentris
Apabila beban bekerja eksentris (tidak bekerja di pusat berat penampang melintang), maka distribusi tegangan yang timbul tidak akan merata. Efek beban eksentris adalah menimbulkan momen lentur pada elemen yang berinteraksi dengan tegangan tekan langsung. Bahkan apabila beban itu mempunyai eksentrisitas yang relatif besar, maka di seluruh bagian penampang yang bersangkutan dapat terjadi tegangan tarik
Aturan sepertiga-tengah, yaitu aturan yang mengusahakan agar beban mempunyai titik tangkap di dalam sepertiga tengah penampang (daerah Kern) agar tidak terjadi tegangan tarik.
b.
Kolom Panjang
Analisis pada kolom panjang dibagi atas analisa terhadap dua faktor yang terjadi pada elemen tekan tersebut, yaitu:
1.
Tekuk Euler
Beban tekuk kritis untuk kolom yang ujung-ujungnya sendi disebut sebagai beban tekuk Euler, yang dinyatakan dalam Rumus Euler :
dimana:
E = modulus elastisitas
I = momen inersia
L = panjang kolom di antara kedua ujung sendi
Ï€ = konstanta = 3,1416
Dengan rumus ini, dapat diprediksi bahwa apabila suatu kolom menjadi sangat panjang, beban yang dapat menimbulkan tekuk pada kolom menjadi semakin kecil menuju nol, dan sebaliknya. Rumus Euler ini tidak berlaku untuk kolom pendek, karena pada kolom ini yang lebih menentukan adalah tegangan hancur material.
Bila panjang kolom menjadi dua kali lipat, maka kapasitas pikul beban akan berkurang menjadi seperempatnya. Dan bila panjang kolom menjadi setengah dari panjang semula, maka kapasitas pikul beban akan meningkat menjadi 4 kali. Jadi, beban tekuk kolom sangat peka terhadap perubahan panjang kolom.
2. Tegangan Tekuk Kritis
Beban tekuk kritis kolom dapat dinyatakan dalam tegangan tekuk kritis (fcr), yaitu dengan membagi rumus Euler dengan luas penampang A. Jadi persamaan tersebut adalah :
dimana bila dimensi penampang I dan A mempunyai hubungan sebagaimana rumus berikut :
dimana r disebut jari-jari girasi
Unsur L/r disebut sebagai rasio kelangsingan kolom. Tekuk kritis berbanding terbalik dengan kuadrat rasio kelangsingan. Semakin besar rasio, akan semakin kecil tegangan kritis yang menyebabkan tekuk. Rasio kelangsingan (L/r) ini merupakan parameter yang sangat penting dalam peninjauan kolom karena pada parameter inilah tekuk kolom tergantung.
Jari-jari girasi suatu luas terhadap suatu sumbu adalah jarak suatu titik yang apabila luasnya dipandang terpusat pada titik tersebut, momen inersia terhadap sumbu akan sama dengan momen inersia luas terhadap sumbu tersebut. Semakin besar jari-jari girasi penampang, akan semakin besar pula tahanan penampang terhadap tekuk, walaupun ukuran sebenarnya dari ketahanan terhadap tekuk adalah rasio L/r.
3.
Kondisi Ujung
Pada kolom yang ujung-ujungnya sendi, titik ujungnya mudah
berotasi namun tidak bertranslasi. Hal ini akan memungkinkan kolom
tersebut mengalami deformasi.
4.
Bracing
Untuk mengurangi panjang kolom dan meningkatkan kapasitas pikulbebannya, kolom sering dikekang pada satu atau lebih titik pada panjangnya. Pengekang (bracing) ini merupakan bagian dari rangka struktur suatu bangunan gedung.
Pada kolom yang diberi pengekang (bracing) di tengah tingginya, maka panjang efektif kolom menjadi setengah panjangnya, dan kapasitas pikul-beban menjadi empat kali lipat dibandingkan dengan kolom tanpa pengekang. Mengekang kolom di titik yang jaraknya 2/3 dari tinggi tidak efektif dalam memperbesar kapasitas pikul-beban kolom bila dibandingkan dengan mengekang tepat di tengah tinggi kolom.
5.
Kekuatan Kolom Aktual vs Ideal
Apabila suatu kolom diuji secara eksperimental, maka akan diperoleh hasil yang berbeda antara beban tekuk aktual dengan yang diperoleh secara teoritis. Hal ini khususnya terjadi pada pada kolom yang panjangnya di sekitar transisi antara kolom pendek dan kolom panjang. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor seperti eksentrisitas tak terduga pada beban kolom, ketidak-lurusan awal pada kolom, adanya tegangan awal pada kolom sebagai akibat dari proses pembuatannya, ketidakseragaman material, dan sebagainya. Untuk memeperhitungkan fenomena ini, maka ada prediksi perilaku kolom pada selang menengah (intermediate range).
6.
Momen dan Beban Eksentris
Banyaknya kolom yang mengalami momen dan beban eksentris, dan bukan hanya gaya aksial. Untuk kolom pendek, cara memperhitungkannya adalah dinyatakan dengan M = Pe , dan dapat diperhitungkan tegangan kombinasi antara tegangan aksial dan tegangan lentur. Untuk kolom panjang, ekspresi Euler belum memperhitungkan adanya momen.
Desain Kolom
a. Prinsip-prinsip Desain UmumTujuan desain kolom secara umum adalah untuk memikul beban rencana dengan menggunakan material seminimum mungkin, atau dengan mencari alternatif desain yang memberikan kapasitas pikul-beban sebesar mungkin untuk sejumlah material yang ditentukan. Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dasar atau prinsip-prinsip dalam desain elemen struktur tekan secara umum, yaitu sebagai berikut :
1. Penampang
Penentuan bentuk penampang melintang yang diperlukan untuk memikul beban, secara konseptual merupakan sesuatu yang mudah. Tujuannya adalah untuk memperoleh penampang melintang yang memberikan nilai rx dan ry yang diperlukan dengan material yang seminimum mungkin. Beberapa bentuk penampang dapat dilihat pada Gambar.
2. Kolom pada Konteks Gedung
Pada umumnya, akan lebih menguntungkan bila menggunakan bracing pada titik-titik yang tidak terlalu banyak disertai kolom yang agak besar, dibandingkan dengan banyak bracing dan kolom kecil.
b. Ukuran Kolom
Prosedur desain untuk mengestimasi ukuran kolom cukup rumit karena harga tegangan ijinnya belum diketahui sebelum menentukan ukuran kolom. Prosedur desain yang biasa digunakan adalah dengan mengestimasi tegangan ijin, ukuran kolom, dengan menggunakan dimensinya untuk menentukan tegangan ijinnya, lalu kemudian memeriksa apakah kolom tersebut mempunyai ukuran yang memadai. Tegangan aktual yang ada dibandingkan dengan tegangan ijin yang dihitung. Bila tegangan aktual melampaui tegangan yang diijinkan, maka proses diulangi lagi sampai tegangan aktual lebih kecil daripada yang diijinkan.
Sistem Struktur pada Bangunan Gedung Bertingkat
Pengantar Aplikasi Sistem Struktur pada Bangunan
Sistem struktur pada bangunan gedung secara garis besar menggunakan beberapa sistem utama
a) Struktur Rangka atau Skeleton
b) Struktur Rangka Ruang
Sistem rangka ruang dikembangkan
dari sistem struktur rangka batang
dengan penambahan rangka batang
kearah tiga dimensinya (gambar
). Struktur rangka ruang adalah
komposisi dari batang-batang yang
masing-masing berdiri sendiri, memikul
gaya tekan atau gaya tarik
yang sentris dan dikaitkan satu sama
lain dengan sistem tiga dimensi
atau ruang. Bentuk rangka ruang
dikembangkan dari pola grid dua
lapis (doubel-layer grids), dengan
batang-batang yang menghubungkan titik-titik grid secara tiga dimensional.
Elemen dasar pembentuk struktur rangka ini adalah:
− Rangka batang bidang
− Piramid dengan dasar segiempat membentuk oktahedron
− Piramid dengan dasar segitiga membentuk tetrahedron
menghubungkan titik-titik grid secara tiga dimensional.
Elemen dasar pembentuk struktur rangka ini adalah:
− Rangka batang bidang
− Piramid dengan dasar segiempat membentuk oktahedron
− Piramid dengan dasar segitiga membentuk tetrahedron
Beberapa sistem selanjutnya dikembangkan model rangka ruang berdasarkan pengembangan sistem konstruksi sambungannya (Gambar), antara lain:
− Sistem Mero
− Sistem space deek
− Sistem Triodetic
− Sistem Unistrut
− Sistem Oktaplatte
− Sistem Unibat
− Sistem Nodus
− Sistem NS Space Truss
c)
Struktur Permukaan Bidang
Struktur permukaan bidang termasuk juga struktur form-active biasanya digunakan pada keadaan khusus dengan persyaratan struktur dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Struktur-struktur permukaan bidang pada umumnya menggunakan material-material khusus yang dapat mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dengan ketebalan yang minimum.
Beberapa
jenis struktur ini antara lain:
~
Struktur bidang lipat
Struktur bidang lipat dibentuk melalui lipatan-lipatan bidang datar dengan kekakuan dan kekuatan yang terletak pada keseluruhan bentuk itu sendiri. Bentuk lipatan akan mempunyai kekakuan yang lebih karena momen inersia yang lebih besar, karena bentuk lipatan akan memiliki ketinggian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan plat datar.
~
Struktur cangkang
Struktur cangkang adalah sistem dengan pelat melengkung ke satu arah atau lebih yang tebalnya jauh lebih kecil daripada bentangnya. Gaya-gaya yang harus didukung dalam struktur cangkang disalurkan secara merata melalui permukaan bidang sebagai gaya-gaya membran yang diserap oleh elemen strukturnya.
Gaya-gaya disalurkan sebagai gaya normal, dengan demikian tidak terdapat gaya lintang dan lentur. Resultan gaya yang tersebar diserap ke dalam struktur dengan gaya tangensial yang searah dengan kelengkungan bidang permukaannya.
*
Struktur membran
Struktur membran mempunyai prinsip yang sama dengan struktur cangkang, tetapi dengan bahan bidang permukaan yang sangat tipis. Kekakuan selaput tipis tersebut diperoleh dengan elemen tarik yang membentuk jala-jala yang saling membantu untuk menambah kapasitas menahan beban-beban lendutan.
d) Struktur Kabel dan Jaringan
Struktur kabel dan jaringan dikembangkan dari kemampuan kabel menahan gaya tarik yang tinggi. Dengan menggunakan sistem tarik maka tidak diperlukan sistem penopang vertikal untuk elemen horisontalnya (lantai atau atap), sehingga daerah di bawah elemen horisontal (ruang) memiliki bentangan yang cukup besar. Bangunan dengan aplikasi sistem struktur ini akan sangat mendukung untuk bangunan bentang luas berbentang lebar, seperti dome, stadion, dll (Gambar 4.24). Sistem yang dikembangkan pada struktur kabel antara lain:
− Struktur atap tarik dengan kolom penunjang
− Struktur kabel tunggal
− Struktur kabel ganda
Analisis Struktur Rangka Kaku
Struktur rangka kaku (rigid frame) adalah struktur yang terdiri atas
elemen-elemen linier, umumnya balok dan kolom, yang saling dihubungkan
pada ujung-ujungnya oleh joints (titik hubung) yang dapat mencegah rotasi
relatif di antara elemen struktur yang dihubungkannya. Dengan demikian,
elemen struktur itu menerus pada titik hubung tersebut. Seperti halnya balok
menerus, struktur rangka kaku adalah struktur statis tak tentu.
Banyak struktur rangka kaku yang tampaknya sama dengan sistem
post and beam, tetapi pada kenyataannya struktur rangka ini mempunyai
perilaku yang sangat berbeda dengan struktur post and beam. Hal ini karena
adanya titik-titik hubung pada rangka kaku. Titik hubung dapat cukup kaku
sehingga memungkinkan kemampuan untuk memikul beban lateral pada
rangka, dimana beban demikian tidak dapat bekerja pada struktur rangka
yang memperoleh kestabilan dari hubungan kaku antara kaki dengan papan
horisontalnya.
a)
Prinsip Rangka Kaku
Cara yang paling tepat untuk memahami perilaku struktur rangka
sederhana adalah dengan membandingkan perilakunya terhadap beban
dengan struktur post and beam. Perilaku kedua macam struktur ini berbeda
dalam hal titik hubung, dimana titik hubung ini bersifat kaku pada rangka dan
tidak kaku pada struktur post and beam. Gambar menunjukkan jenisjenis
struktur rangka dan perbedaannya dengan struktur post and beam.
b)
Beban Vertikal
Pada struktur post and beam, struktur akan memikul beban beban
vertikal dan selanjutnya beban diteruskan ke tanah. Pada struktur jenis ini,
balok terletak bebas di atas kolom. Sehingga pada saat beban menyebabkan
momen pada balok, ujung-ujung balok berotasi di ujung atas kolom.
Jadi, sudut yang dibentuk antara ujung balok dan ujung atas kolom berubah.
Kolom tidak mempunyai kemampuan untuk menahan rotasi ujung balok. Ini
berarti tidak ada momen yang dapat diteruskan ke kolom,sehingga kolom
memikul gaya aksial.
Apabila suatu struktur rangka kaku mengalami beban vertikal seperti
di atas, beban tersebut juga dipikul oleh balok, diteruskan ke kolom dan
akhirnya diterima oleh tanah. Beban itu menyebabkan balok cenderung
berotasi. Tetapi pada struktur rangka kaku akan terjadi rotasi bebas pada
ujung yang mencegah rotasi bebas balok. Hal ini dikarenakan ujung atas
kolom dan balok berhubungan secara kaku. Hal penting yang terjadi adalah
balok tersebut lebih bersifat mendekati balok berujung jepit, bukan terletak
secara sederhana. Seiring dengn hal tersebut, diperoleh beberapa
keuntungan, yaitu bertambahnya kekakuan, berkurangnya defleksi, dan
berkurangnya momen lentur internal. Akibat lain dari hubungan kaku
tersebut adalah bahwa kolom menerima juga momen lentur serta gaya
aksial akibat ujung kolom cenderung memberikan tahanan rotasionalnya. Ini
berarti desain kolom menjadi relatif lebih rumit.
Titik hubung kaku berfungsi sebagai satu kesatuan. Artinya, bila titik
ujung itu berotasi, maka sudut relatif antara elemen-elemen yang
dihubungkan tidak berubah. Misalnya, bila sudut antara balok dan kolom
semula 900, setelah titik hubung berotasi, sudut akan tetap 900. Besar rotasi
titik hubung tergantung pada kekakuan relatif antara balok dan kolom. Bila
kolom semakin relatif kaku terhadap balok, maka kolom lebih mendekati sifat
jepit terhadap ujung balok, sehingga rotasi titik hubung semakin kecil.
Bagaimanapun rotasi selalu terjadi walaupun besarannya relatif kecil. Jadi
kondisi ujung balok pada struktur rangka kaku terletak di antara kondisi
ujung jepit (tidak ada rotasi sama sekali) dan kondisi ujung sendi-sendi
(bebas berotasi). Begitu pula halnya dengan ujung atas kolom.
Perilaku yang dijelaskan di atas secara umum berarti bahwa balok
pada sistem rangka kaku yang memikul beban vertikal dapat didesain lebih
kecil daripada balok pada sistem post and beam. Sedangkan kolom pada
struktur rangka kaku harus didesain lebih besar dibandingkan dengan kolom
pada struktur post and beam, karena pada struktur rangka kaku ada
kombinasi momen lentur dan gaya aksial. Sedangkan pada struktur post and
beam hanya terjadi gaya aksial. Ukuran relatif kolom akan semakin
dipengaruhi bila tekuk juga ditinjau. Hal ini dikarenakan kolom pada struktur
rangka mempunyai tahanan ujung, sedangkan kolom pada post and beam
tidak mempunyai tahanan ujung. Perbedaan lain antara struktur rangka kaku
dan struktur post and beam sebagai respon terhadap beban vertikal adalah adanya reaksi horisontal pada struktur rangka kaku. Sementara pada
struktur post and beam tidak ada.
Pondasi untuk rangka harus didesain untuk memikul gaya dorong
horisontal yang ditimbulkan oleh beban vertikal. Pada struktur post and
beam yang dibebani vertikal, tidak ada gaya dorong horisontal, jadi tidak ada
reaksi horisontal. Dengan demikian, pondasi struktur post and beam relatif
lebih sederhana dibandingkan pondasi untuk struktur rangka.
c)
Beban Horisontal
Perilaku struktur post and beam dan struktur rangka terhadap beban
horisontal sangat berbeda. Struktur post and beam dapat dikatakan hampir
tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk memikul beban horisontal.
Adanya sedikit kemampuan, pada umumnya hanyalah karena berat sendiri
dari tiang / kolom (post), atau adanya kontribusi elemen lain, misalnya
dinding penutup yang berfungsi sebagai bracing. Tetapi perlu diingat bahwa
kemampuan memikul beban horisontal pada struktur post and beam ini
sangat kecil. Sehingga struktur post and beam tidak dapat digunakan untuk
memikul beban horisontal seperti beban gempa dan angin.
Sebaliknya, pada struktur rangka timbul lentur, gaya geser dan gaya
aksial pada semua elemen, balok maupun kolom. Momen lentur yang
diakibatkan oleh beban lateral (angin dan gempa) seringkali mencapai
maksimum pada penampang dekat titik hubung. Dengan demikian, ukuran
elemen struktur di bagian yang dekat dengan titik hubung pada umumnya
dibuat besar atau diperkuat bila gaya lateralnya cukup besar.
Rangka kaku dapat diterapkan pada gedung besar maupun kecil.
Secara umum, semakin tinggi gedung, maka akan semakin besar pula
momen dan gaya-gaya pada setiap elemen struktur. Kolom terbawah pada
gedung bertingkat banyak pada umumnya memikul gaya aksial dan momen
lentur terbesar. Bila beban lateral itu sudah sangat besar, maka umumnya
diperlukan kontribusi elemen struktur lainnya untuk memikul, misalnya
dengan menggunakan pengekang (bracing) atau dinding geser (shear
walls).
d)
Kekakuan Relatif Balok dan Kolom
Pada setiap struktur statis tak tentu, termasuk juga rangka (frame),
besar momen dan gaya internal tergantung pada karakteristik relatif antara
elemen-elemen strukturnya. Kolom yang lebih kaku akan memikul beban
horisontal lebih besar. Sehingga tidak dapat digunakan asumsi bahwa
reaksi horisontal sama besar. Momen yang lebih besar akan timbul pada
kolom yang memikul beban horisontal lebih besar (kolom yang lebih kaku).
Perbedaan kekakuan relatif antara balok dan kolom juga
mempengaruhi momen akibat beban vertikal. Semakin kaku kolom, maka
momen yang timbul akan lebih besar daripada kolom yang relatif kurang
kaku terhadap balok. Untuk struktur yang kolomnya relatif lebih kaku terhadap balok, momen negatif pada ujung balok yang bertemu dengan
kolom kaku akan membesar sementara momen positifnya berkurang. Efek
variasi kekakuan tersebut seperti pada Gambar
e)
Goyangan (Sideways)
Pada rangka yang memikul beban vertikal, ada fenomena yang
disebut goyangan (sidesway). Bila suatu rangka tidak berbentuk simetris,
atau tidak dibebani simetris, struktur akan mengalami goyangan (translasi
horisontal) ke salah satu sisi.
f)
Penurunan Tumpuan (Support Settlement)
Seperti halnya pada balok menerus, rangka kaku sangat peka
terhadap turunnya tumpuan (Gambar 4.27). Berbagai jenis tumpuan
(vertikal, horisontal, rotasional) dapat menimbulkan momen. Semakin besar
differential settlement, akan semakin besar pula momen yang ditimbulkan.
Bila gerakan tumpuan ini tidak diantisipasi sebelumnya, momen tersebut
dapat menyebabkan keruntuhan pada rangka. Oleh karena itu perlu
diperhatikan desain pondasi struktur rangka kaku untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya gerakan tumpuan.
g)
Efek Kondisi Pembebanan Sebagian
Seperti yang terjadi pada balok menerus, momen maksimum yang terjadi pada struktur rangka bukan terjadi pada saat rangka itu dibebani penuh. Melainkan pada saat dibebani sebagian. Hal ini sangat menyulitkan proses analisisnya. Masalah utamanya adalah masalah prediksi kondisi beban yang bagaimanakah yang menghasilkan momen kritis.
h)
Rangka Bertingkat Banyak
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis rangka bertingkat banyak yang mengalami beban lateral. Salah satunya adalah Metode Kantilever (Gambar 4.28), yang mulai digunakan pada tahun 1908. Metode ini menggunakan banyak asumsi, yaitu antara lain :
- ada titik belok di tengah bentang setiap balok
- ada titik belok di tengah tinggi setiap kolom
- besar gaya aksial yang terjadi di setiap kolom pada suatu tingkat sebanding dengan jarak horisontal kolom tersebut ke pusat berat semua kolom di tingkat tersebut.
Metode analisis lain yang lebih eksak adalah menggunakan perhitungan berbantuan komputer. Walaupun dianggap kurang eksak, metode kantilever sampai saat ini masih digunakan, terutama untuk memperlajari perilaku struktur bertingkat banyak.
i)
Rangka Vierendeel
Struktur Vierendeel seperti pada Gambar, adalah struktur
rangka kaku yang digunakan secara horisontal. Struktur ini tampak seperti
rangka batang yang batang diagonalnya dihilangkan. Perlu diingat bahwa
struktur ini adalah rangka, bukan rangka batang. Jadi titik hubungnya kaku.
Struktur demikian digunakan pada gedung karena alasan fungsional,
dimana tidak diperlukan elemen diagonal. Struktur Vierendeel ini pada
umumnya lebih efisien daripada struktur rangka batang.
Desain Rangka Kaku
Struktur rangka adalah jenis struktur yang tidak efisien apabila
digunakan untuk beban lateral yang sangat besar. Untuk memikul beban
yang demikian akan lebih efisien menambahkan dinding geser (shear wall)
atau pengekang diagonal (diagonal bracing) pada struktur rangka. Apabila
persyaratan fungsional gedung mengharuskan penggunaan rangka, maka
dimensi dan geometri umum rangka yang akan didesain sebenarnya sudah
dipastikan. Masalah desain yang utama adalah pada penentuan tiitik
hubung, jenis material dan ukuran penampang struktur.
a)
Pemilihan Jenis Rangka
Derajat kekakuan struktur rangka tergantung antara lain pada banyak
dan lokasi titik-titik hubung sendi dan jepit (kaku). Titik hubung sendi dan
jepit seringkali diperlukan untuk maksud-maksud tertentu, meminimumkan
momen rencana dan memperbesar kekakuan adalah tujuan-tujuan desain
umum dalam memilih jenis rangka. Tinjauan lain meliputi kondisi pondasi
dan kemudahan pelaksanaan. Gambar 4.30 menunjukan beberapa jenis
struktur rangka yang mempunyai bentuk berdasarkan pada momen lentur
yang terjadi padanya.
Momen yang diakibatkan oleh turunnya tumpuan pada rangka yang
mempunyai tumpuan sendi akan lebih kecil daripada yang terjadi pada
rangka bertumpuan jepit. Selain itu, pondasi untuk rangka bertumpuan sendi tidak perlu mempunyai kemampuan memikul momen. Gaya dorong
horisontal akibat beban vertikal juga biasanya lebih kecil pada rangka
bertumpuan sendi dibandingkan dengan rangka yang bertumpuan jepit.
Rangka bertumpuan jepit dapat lebih memberikan keuntungan meminimumkan
momen dan mengurangi defleksi bila dibandingkan dengan rangka
bertumpuan sendi. Dalam desain harus ditinjau berbagai macam
kemungkinan agar diperoleh hasil yang benar-benar diinginkan.
b)
Momen Desain
Untuk menentukan momen desain, diperlukan momen gabungan
akibat beban vertikal dan beban horisontal. Dalam bebrapa hal, momenmomen
akibat beban vertikal dan lateral (horisontal) ini saling memperbesar.
Sementara dalam kondisi lain dapat saling mengurangi. Momen kritis terjadi
apabila momen-momen tersebut saling memperbesar. Perlu diingat bahwa
beban lateral umumnya dapat mempunyai arah yang berlawanan dengan
yang tergambar. Karena itu, umumnya yang terjadi adalah momen yang
saling memperbesar, jarang yang saling memperkecil.
Apabila momen maksimum kritis, gaya aksial dan geser internal telah
diperoleh, maka penentuan ukuran penampang elemen struktural dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
(1) Mengidentifikasi momen dan gaya internal, maksimum yang ada di
bagian elemen struktur tersebut, selanjutnya menentukan ukuran
penampang di seluruh elemen tersebut berdasarkan gaya dan
momen internal tadi, sampai ukuran penampang konstan pada
seluruh panjang elemen struktur tersebut. Cara ini seringkali
menghasilkan elemen struktur yang berukuran lebih (over-size) di
seluruh bagian elemen, kecuali titik kritis. Oleh karena itu, cara ini
dianggap kurang efisien dibanding cara kedua berikut ini.
(2)
Menentukan bentuk penampang sebagai respon terhadap variasi
gaya momen kritis. Biasanya cara ini digunakan dalam desain balok
menerus.
c)
Penentuan Bentuk Rangka
(1)
Struktur Satu Bentang
Pendekatan dengan menggunakan respon terhadap beban vertikal
sebagai rencana awal tidak mungkin dilakukan berdasarkan momen
negatif dan positif maksimum yang mungkin terjadi di setiap
penampang akibat kedua jenis pembebanan tersebut. Konfigurasi
yang diperoleh tidak optimum untuk kondisi beban lateral maupun
beban vertikal, namun dapat memenuhi kondisi simultan kedua jenis
pembebanan tersebut.
(2)
Rangka Bertingkat Banyak
Pada struktur rangka bertingkat banyak juga terjadi hal-hal yang
sama dengan yang terjadi pada struktur rangka berbentang tunggal.
d)
Desain Elemen dan Hubungan
Penentuan bentuk elemen struktur dapat pula dilakukan dengan
menggunakan profil tersusun. Titik hubung yang memikul momen umumnya
dilas/disambung dengan baut pada kedua flens untuk memperoleh
kekakuan hubungan yang dikehendaki. Umumnya digunakan plat elemen
pengaku di titik-titik hubung kaku agar dapat mencegah terjadinya tekuk
pada elemen flens dan badan sebagai akibat dari adanya tegangan tekan
yang besar akibat momen.
Rangka beton bertulang umumnya menggunakan tulangan di semua
muka sebagai akibat dari distribusi momen akibat berbagai pembebanan.
Tulangan baja terbanyak umumnya terjadi di titik-titik hubung kaku.
Pemberian pasca tarik dapat pula digunakan pada elemen struktur
horisontal dan untuk menghubungkan elemen-elemen vertikal.
Rangka kayu biasanya mempunyai masalah, yaitu kesulitan
membuat titik hubung yang mampu memikul momen. Salah satu usaha yang
dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan memakai knee braces. Titik
hubung perletakannya biasanya berupa sendi.
Analisis Struktur Plat dan Grid
Plat adalah struktur planar kaku yang secara khas terbuat dari
meterial monolit yang tingginya relatif kecil dibandingkan dengan dimensidimensi
lainya. Beban yang umum bekerja pada plat mempunyai sifat
banyak arah dan tersebar. Plat dapat ditumpu di seluruh tepinya atau hanya
pada titik-titik tertentu, misalnya oleh kolom-kolom, atau bahkan campuran
antar tumpuan menerus dan tumpuan titik. Kondisi tumpuan bisa berbentuk
sederhana atau jepit. Adanya kemungkinan variasi kondisi tumpuan
menyebabkan plat dapat digunakan untuk berbagai keadaan.
Rangka ruang (sebenarnya merupakan rangka batang) yang terdiri
dari elemen-elemen pendek kaku berpola segitiga yang disusun secara tiga
dimensi dan membentuk struktur permukaan bidang kaku yang besar
dengan ketebalan relatif tipis adalah struktur yang analog dengan plat.
Struktur Grid juga merupakan suatu contoh analogi lain dari struktur
plat. Struktur grid bidang secara khas terdiri dari elemen-elemen linier kaku
panjang seperti balok atau rangka batang, dimana batang-batang tepi atas
dan bawah terletak sejajar. Titik hubungnya bersifat kaku. Distribusi momen
dan geser pada struktur seperti ini dapat merupakan distribusi yang terjadi
pad plat monolit. Pada umumnya grid berbutir kasar lebih baik memikul
beban terpusat. Sedangkan plat dan rangka ruang dengan banyak elemen
struktur kecil cenderung lebih cocok untuk memikul beban terdistribusi
merata. Beberapa skema bentuk struktur plat, rangka ruang dan grid seperti
pada Gambar
a) Struktur Plat
(1) Struktur Plat Satu Arah
Beberapa hal perlu menjadi perhatian dalam pembahasan struktur plat satu arah, yaitu :
Beban Merata
struktur plat berperilaku hampir sama dengan struktur grid.
perbedaannya adalah bahwa pada struktur plat, berbagi aksi terjadi
secara kontinu melalui bidang slab, bukan hanya pada titik-titik
tumpuan. Plat tersebut dapat dibayangkan sebagai sederetan jalur
balok yang berdekatan dengan lebar satu satuan dan terhubung satu
sama lain di seluruh bagian panjangnya.
mengilustrasikan struktur plat satu arah.
-
Beban Terpusat
Plat yang memikul beban terpusat berperilaku lebih rumit. Plat
tersebut dapat dibayangkan sebagai sederetan jalur balok yang
berdekatan dengan lebar satu satuan dan terhubung satu sama lain
di seluruh bagian panjangnya. Karena adanya beban yang diterima
oleh jalur balok, maka balok cenderung berdefleksi ke bawah.
Kecenderungan itu dikurangi dengan adanya hubungan antara jalurjalur
tersebut. Torsi juga terjadi pada jalur tersebut. Pada jalur yang
semakin jauh dari jalur dimana beban terpusat bekerja, torsi dan
geser yang terjadi akan semakin berkurang di jalur yang mendekati
tepi plat. Hal ini berarti momen internal juga berkurang.
Jumlah total reaksi harus sama dengan beban total yang bekerja
pada seluruh arah vertikal. Jumlah momen tahanan internal yang
terdistribusi di seluruh sisi plat juga harus sama dengan momen
eksternal total. Hal ini didasarkan atas tinjauan keseimbangan dasar.
-
Plat Berusuk
Plat berusuk adalah sistem gabungan balok-slab. Apabila slab
mempunyai kekakuan yang relatif kaku, maka keseluruhan susunan
ini akan berperilaku sebagai slab satu arah (Gambar 4.34), bukan
balok-balok sejajar. Slab transveral dianggap sebagai plat satu arah
menerus di atas balok. Momen negatif akan terjadipada slab di atas
balok.
(2) Struktur Plat Dua Arah
Bahasan atas struktur plat dua arah akan dijelaskan berdasarkan kondisi tumpuan yang ada (gambar 4.35), yaitu sebagai berikut :
o Plat sederhana di atas kolom
o Plat yang ditumpu sederhana di tepi-tepi menerus
o Plat dengan tumpuan tepi jepit menerus
o Plat di atas balok yang ditumpu kolom
] Sistem slab dan balok dua arah.
] Plat terletak di atas balok-balok.
] Apabila balok ini sangat kaku, maka plat akan berperilaku seolah-olah ditumpu oleh dinding.
] Apabila balok sangat fleksibel, maka plat berperilaku seolah-olah ditumpu oleh empat kolom di pojok-pojoknya.
b)
Struktur Grid
Pada struktur grid, selama baloknya benar-benar identik, beban akan sama
di sepanjang sisi kedua balok. Setiap balok akan memikul setengah dari
beban total dan meneruskan ke tumpuan. Apabila balok-balok tersebut tidak
identik maka bagian terbesar dari beban akan dipikul oleh balok yang lebih
kaku. Apabila balok mempunyai panjang yang tidak sama, maka balok yang
lebih pendek akan menerima bagian beban yang lebih besar dibandingkan
dengan beban yang diterima oleh balok yang lebih panjang. Hal ini karena
balok yang lebih pendek akan lebih kaku. Kedua balok tersebut akan
mengalami defleksi yang sama di titik pertemuannya karena keduanya dihubungkan pada titik tersebut. Agar defleksi kedua balok itu sama, maka
diperlukan gaya lebih besar pada balok yang lebih pendek. Dengan
demikian, balok yang lebih pendek akan memikul bagian beban yang lebih
besar. Besar relatif dari beban yang dipikul pada struktur grid saling tegak
lurus, dan bergantung pada sifat fisis dan dimensi elemen-elemen grid
tersebut).
Pada grid yang lebih kompleks, baik aksi dua arah maupun torsi
dapat terjadi. Semua elemen berpartisipasi dalam memikul beban dengan
memberikan kombinasi kekuatan lentur dan kekuatan torsi. Defleksi yang
terjadi pada struktur grid yang terhubung kaku akan lebih kecil dibandingkan
dengan defleksi pada struktur grid terhubung sederhana.
Desain Sistem Dua Arah: Plat, Grid dan Rangka Ruang
a)
Desain Plat Beton Bertulang
Beberapa faktor yang merupakan tinjauan desain pada plat beton
bertulang. Faktor-faktor itu antara lain :
(1)
Momen Plat dan penempatan tulangan baja
Tebal plat beton bertulang dan banyaknya serta lokasi penempatan
tulangan baja yang digunakan pada slab atau plat bertinggi konstan
selalu bergantung pada besar dan distribusi momen pada plat
tersebut. Tulangan baja harus diletakkan pada seluruh daerah tarik.
Karena momen bersifat kontinu, maka tulangan baja harus
mempunyai jarak yang dekat. Umumnya tulangan dipasang sejajar.
(2)
Bentang efektif
Semakin besar bentang, maka semakin besar momen yang timbul.
Hal ini berarti, semakin tebal pula plat beton tersebut. Bila plat beton
yang digunakan tebal, maka berat sendiri struktur akan bertambah.
Karena alasan ini, plat beton seringkali dilubangi untuk mengurangi
berat sendiri, tanpa mengurangi tinggi strukturalnya secara berarti.
Sistem ini biasa disebut slab wafel.
(3)
Tebal plat
Perbandingan L/d untuk mengestimasi tebal slab secara pendekatan
adalah sebagai berikut :
(4)
Efek gaya geser
Geser juga terjadi pada plat dan kadang kala bersifat dominan.
Memperbesar luas geser plat dapat dilakukan dengan mempertebal
plat. Namun hal ini menyebabkan plat tidak ekonomis. Solusinya
adalah dengan menggunakan drop panel, yaitu plat dengan
penebalan setempat. Alternatif lain, luas geser dapat diperbesar
dengan memperbesar ukuran plat. Hal ini dapat dilakukan secara
lokal dengan menggunakan kepala kolom (column capitals). Semakin
besar kepala kolom, maka akan semakin besar pula luas geser plat.
Plat yang menggunakan kepala kolom seperti ini biasanya disebut
plat datar (flat slab).
b)
Struktur Rangka Ruang
Beberapa faktor yang akan diuraikan berikut merupakan tinjauan
desain pada struktur rangka ruang. Faktor-faktor itu antara lain :
(1)
Gaya-gaya elemen struktur
Gambar 4.39 berikut ini mengilustrasikan gaya-gaya elemen yang
terjadi pada struktur rangka ruang.
(2) Desain batang dan bentuk
Banyak sekali unit geometris yang dapat digunakan untuk
membentuk unit berulang mulai dari tetrahedron sederhana, sampai
bentuk-bentuk polihedral lain (Gambar 4.40). Rangka ruang tidak
harus terdiri atas modul-modul individual, tapi dapat pula terdiri atas
bidang-bidang yang dibentuk oleh batang menyilang dengan jarak
seragam.
Struktur Plat Lipat
Kekakuan struktur plat satu arah dapat sangat dibesarkan dengan
menghilangkan sama sekali permukaan planar, dan membuat deformasi
besar pada plat itu, sehingga tinggi struktural plat semakin besar. Struktur
semacam ini disebut plat lipat (folded plat), seperti pada .
Karateristik struktur plat lipat adalah masing-masing elemen plat berukuran
relatif panjang. Prinsip desain yang mendasari hal ini adalah mengusahakan
sedemikian rupa agar sebanyak mungkin material terletak jauh dari bidang
tengah struktur.
Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan Bertingkat Tinggi
Dasar pemilihan suatu sistem struktur untuk bangunan tinggi adalah
harus memenuhi syarat kekuatan dan kekakuan. Sistem struktur harus
mampu menahan gaya lateral dan beban gravitasi yang dapat
menyebabkan deformasi geser horisontal dan lentur. Hal lain yang penting
dipertimbangkan dalam perencanaan skema struktural dan layout adalah
persyaratan-persyaratan meliputi detail arsitektural, utilitas bangunan,
transportasi vertikal, dan pencegahan kebakaran. Efisiensi dari sistem
struktur dinilai dari kemampuannya dalam menahan beban lateral yang
tinggi, dimana hal ini dapat menambah tinggi rangka. Suatu bangunan
dinyatakan sebagai bangunan tinggi bila efek beban lateral tercermin dalam
desainnya. Defleksi lateral dari suatu bangunan tinggi harus dibatasi untuk
mencegah kerusakan elemen struktural dan non-struktural. Kecepatan angin
di bagian atas bangunan juga harus dibatasi sesuai dengan kriteria kenyamanan, untuk menghindari kondisi yang tidak nyaman bagi
penghuninya.
berikut ini adalah batasan-batasan umum, dimana
suatu sistem rangka dapat digunakan secara efisien untuk bangunan
bertingkat banyak.
Berbagai jenis sistem struktur di atas dapat diklasifikasikan atas dua
kelompok utama, yaitu :
− medium-height building, meliputi : shear-type deformation
predominant
− high-rise cantilever structures, meliputi : framed tubes, diagonal
tubes, and braced trusses
Klasifikasi ini didasarkan atas keefektifan struktur tersebut dalam
menahan beban lateral. Dari diagram di atas, sistem struktur yang terletak
pada ujung kiri adalah sistem struktur rangka dengan tahanan momen yang
efisien untuk bangunan dengan tinggi 20-30 lantai. Dan pada ujung kanan
adalah sistem struktur tubular dengan efisiensi kantilever tinggi. Sistem
struktur lainnya merupakan sistem struktur yang bentuknya merupakan
aplikasi dari berbagai batasan ekonomis dan batasan ketinggian bangunan.
Menurut Council on Tall Buildings and Urban Habitat 1995, dalam
menyusun suatu metode klasifikasi bangunan tinggi berdasarkan sistem
strukturnya, klasifikasi ini harus meliputi bahasan atas empat tinjauan, yaitu tinjauan terhadap : sistem rangka utama, sub-sistem pengekang (bracing),
rangka lantai, dan konfigurasi serta distribusi beban. Pengelompokan ini
ditekankan pada tahanan terhadap beban lateral. Sedangkan bahasan
terhadap fungsi pikul-beban dari sub-sistem bangunan tinggi bisa lebih
bebas ditentukan. Suatu sistem pencakar langit yang efisien harus
mempunyai elemen penahan beban vertikal yang sesuai dalam sub-sistem
beban lateral dengan tujuan untuk meminimalkan beban lateral terhadap
keseluruhan struktur.
Klasifikasi Rangka Bangunan Bertingkat
Dengan mengetahui berbagai variasi sistem rangka, maka dapat
memudahkan pembuatan model sistem rangka bertingkat banyak. Untuk
struktur tiga dimensi yang lebih rumit yang melibatkan interaksi berbagai
sistem struktur, model yang sederhana sangat berguna dalam tahap
preliminary design dan untuk komputasi. Model ini harus dapat mempresentasikan
perilaku dari tiap elemen rangka dan efeknya terhadap
keseluruhan struktur.
Berikut ini akan dibahas tentang beberapa sistem rangka sebagai
struktur untuk konstruksi bangunan berlantai banyak.
a) Rangka Momen (Moment Frames)
Suatu rangka momen memperoleh kekakuan lateral terutama dari
tekukan kaku dari elemen rangka yang saling dihubungkan dengan
sambungan kaku. Sambungan ini harus didesain sedemikian rupa sehingga
punya cukup kekuatan dan kekakuan, serta punya kecenderungan
deformasi minimal. Deformasi yang akan terjadi harus diusahakan
seminimal mungkin berpengaruh terhadap distribusi gaya internal dan
momen dalam struktur atau dalam keselutuhan deformasi rangka. Suatu
rangka kaku tanpa pengekang (unbraced) harus mampu memikul beban
lateral tanpa mengandalkan sistem bracing tambahan untuk stabilitasnya.
Rangka itu sendiri harus tahan terhadap gaya-gaya rencana, meliputi beban
dan gaya lateral. Disamping itu, rangka juga harus mempunyai cukup
kekakuan lateral untuk menahan goyangan bila dibebani gaya horisontal
dari angin dan gempa. Walaupun secara detail, sambungan kaku
mempunyai nilai ekonomis struktur yang rendah, namun rangka kaku tanpa
pengekang menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam merespon beban
dan gempa. Dari sudut pandang arsitektural, akan banyak keuntungan bila
tidak digunakan sistem bracing triangulasi atau sisitem dinding solid pada
bangunan.
b) Rangka Sederhana
Suatu sistem rangka sederhana mengacu pada sistem struktur dimana balok dan kolom dihubungkan dengan sambungan baut (pinnedjoints), dan sistem ini tidak mempunyai ketahanan terhadap beban lateral. Stabilitas struktur ini dicapai dengan menambahkan sistem pengaku (bracing) sepeti pada gambar. Dengan demikian, beban lateral ditahan oleh bracing. Sedangkan beban vertikal dan lateral ditahan oleh sistem rangka dan sistem bracing tersebut.
Beberapa alasan penggunaan rangka dengan sambungan baut (pinned-joints frame) dalam desain rangka baja bertingkat banyak adalah :
a. Rangka jenis ini mudah dilaksanakan
b. Sambungan baut lebih dipilih dibandingkan sambungan las, yang umumnya memerlukan pengawasan khusus, perlindungan terhadap cuaca, dan persiapan untuk permukaannya dalam pengerjaannya.
c. Rangka jenis ini mudah dari segi desain dan analisis.
d. Lebih efektif dari segi pembiayaan. Penggunaan sistem bracing pada rangka sederhana lebih efektif bila dibandingkan dengan penggunaan sambungan kaku pada rangka sederhana.
c)
Sistem Pengekang (Bracing Systems)
Sistem bracing menjamin stabilitas lateral dari keseluruhan kinerja
rangka. Sistem ini bisa berupa rangka triangulasi, dinding geser atau core,
atau rangka dengan sambungan kaku. Umumnya bracing pada gedung
ditempatkan untuk mengakomodasi ruang lift dan tangga.
Pada struktur baja, umumnya digunakan truss triangulasi vertikal
sebagai bracing. Tidak seperti pada struktur beton, dimana semua
sambungan bersifat menerus, cara yang paling efisien pada baja digunakan
sambungan berupa penggantung untuk menghubungkan masing-masing
elemen baja. Untuk struktur yang sangat kaku, dinding geser / shear wall
atau core umum digunakan. Efesiensi bangunan dalam menahan gaya
lateral bergantung pada lokasi dan tipe sistem bracing yang digunakan
untuk mengantikan dinding geser dan core di sekelilimg shaft lift dan tangga.
d) Rangka dengan Pengekang (Braced Frame) dan Rangka Tanpa
Pengekang (Unbraced Frame)
Sistem rangka bangunan dapat dipisahkan dalam dua macam
sistem, yaitu sistem tahanan beban vertikal dan sistem tahanan beban
horisontal. Fungsi utama dari sistem bracing ini adalah untuk menahan gaya
lateral. Pada beberapa kasus, tahanan beban vertikal juga mempunyai
kemampuan untuk menahan gaya horisontal. Untuk membandingkan kedua
sistem bracing ini perlu diperhatikan perilaku sistem terutama responnya
terhadap gaya-gaya horisontal.
Gambar 4.44 menunjukan perbandingan antara kedua sistem bracing
di atas. Struktur A menahan beban horisontal dengan sistem bracing yang
merupakan kesatuan dengan struktur utama. Sedangkan struktur B
menahan beban horisontal dengan sistem bracing yang sifatnya terpisah
dari struktur utama.
Suatu rangka dapat diklasifikasikan sebagai rangka berpengaku
(braced) bila tahanan terhadap goyangan disediakan oleh sistem bracing
sebagai respon terhadap beban lateral, dimana pengekang tersebut
mempunyai cukup kekakuan dan dapat secara akurat merespon beban
horisontal. Rangka dapat diklasifikasikan sebagai rangka berpengekang
(braced) bila sistem bracing mampu mereduksi geser horisontal lebih dari
80%.
e) Sway Frame dan Un-sway Frame
Suatu rangka dapat diklasifikasikan sebagai ‘un-sway frame’ bila
respon terhadap gaya horisontal dalam bidang cukup kaku untuk
menghindari terjadinya tambahan gaya internal dan momen dari pergeseran
horisontal tersebut. Dalam desain rangka bangunan berlantai banyak, perlu
untuk memisahkan kolom dari rangka dan memperlakukan stabilitas dari
kolom dan rangka sebagai masalah yang berbeda.
Untuk kolom dalam rangka berpengaku, diasumsikan bahwa kolom
dibatasi pada ujung-ujungnya dari geser horisontal, sehingga pada ujung
kolom hanya dikenai momen dan beban aksial yang diteruskan oleh rangka.
Selanjutnya diasumsikan bahwa rangka sebagai sistem bracing memenuhi
stabilitas secara keseluruhan dan tidak mempengaruhi perilaku kolom.
Pada desain ‘sway frame’, kolom dan rangka saling berinteraksi satu
sama lainnya. Sehingga pada desain ‘sway frame’, harus dipertimbangkan
bahwa rangka merupakan menjadi bagian atau merupakan keseluruhan
struktur bangunan tersebut.
Pertanyaan pemahaman:
9. Bagaimanakah prinsip-prinsip umum suatu struktur rangka batang?
10. Bagaimana prinsip metode analisis rangka batang yang umum digunakan?
11. Bagaimanakah prinsip desain balok?
12. Pada analisis perilaku umum balok, aspek-aspek apa saja yang perlu diperhatikan?
13. Bagaimanakah prinsip desain kolom?
14. Bagaimanakah perbedaan analisis untuk kolom pendek dan kolom panjang?
15. Sebutkan dan jelaskan sistem struktur apa saja yang umum diaplikasikan pada bangunan?
16. Jelaskan aspek-aspek yang perlu diperhatikan pada analisis rangka kaku!
17. Sebutkan dan jelaskan beberapa sistem rangka untuk bangunan bertingkat banyak?
Tugas pendalaman:
Cari sebuah contoh bangunan bertingkat, uraikan dan gambarkan rangkaian bagian-bagian atau komponen strukturnya. Komponen struktur dan rangkaiannya harus menggambarkan satu kesatuan sistem struktur pembentuk bangunan. Komponen struktur dapat merupakan sistem rangka, atau sistem rangka kaku kolom dan balok.